OBJEK PENDIDIK INDIREC
“MASYARAKAT SEBAGAI OBJEK PENDIDIK"
QS. AL-MU’MINUUN, 23:96

Yesi Oktaviani
NIM.
(2117212)
KELAS B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam sebuah pendidikan tentunya
terdapat sebuah subjek, objek dan sarana-sarana lain yang seiranya dapat
membantu terselenggaranya sebuah pendidikan. Allah swt. telah memerintahkan
kepada rasulnya yang mulia, didalam ayat-ayat yang jelas ini, agar dia memberi
peringatan kepada keluarga,masyarakat dan sanak kerabatnya kemudian kepada
seluruh umat manusia agar tidak seorang pun yang berprasangka jelek kepada
nabi,keluarga dan sanak kerabatnya.
Ojek pendidikan adalah manusia dalam
kaitannya dengan fenomena situasi pendidikan. Fenomena tersebut terdapat
dimana-mana, didalam masyarakat, di dalam keluarga dan sekolah. Allah
memberikan petunjuk apa yang seyogyanya beliau perbuat terhadap merek jika
mendapatkan penganiayaan dari mereka.
Dengan cara tolaklah dengan
menampilkan hal yang lebih baik yaitu budi pekerti yang baik, bersikap lapang
dada dan berpaling dari mereka yang kafir (hal yang buruk itu) perlakuan mereka
yang menyakitkan terhadap dirimu. Ayat ini diturunkan sebelum ada perintah
untuk berperang (kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan) kedustaan dan
buat-buatan mereka, maka kelak kami akan membalasnya kepada mereka.
Dalam makalah ini akan dijelaskan
dalil yang berkaitan dengan masyarakat sebagai objek pendidikan. Semoga
bermanfaat dan mendapat wawasan dalam lingkungan masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa hakekat dari Masyarakat?
2. Bagaimana dalil Masyarakat
sebagai Objek
Pendidikan
3. Bagaimana cara membangun Masyarakat
Madani
(civil society)
4. Bagaimana
Aplikasi dalam Kehidupan ?
5. Bagaimana Aspek tarbawinya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Masyarakat
Masyarakat merupakan kumpulan individu-individu yang bersepakat
untuk hidup bersama, entah atas dasar kepentingan-kepentingan bersama atau
faktor-faktor ideologi[1].
Masyarakat islam ialah suatu masyarakat yang universal, yakni tidak
rasial, tidak nasional dan tidak pula terbatas didalam lingkaran batas-batas
geografis. Terbuka untuk seluruh anak manusia, tanpa memandang jenis, warna
kulit atau bahasa bahkan juga tidak memandang agama dan keyakinan atau aqidah. [2]
Perbedaan warna kulit dan bahasa tidaklah mengandung arti
keistimewaan atau kelebihan. Yang dikehendaki hanyalah saling berhubungan
dengan baik dan bukan saling mencari perbedaan. Hanya ada satu ukuran untuk
mendapatkan tempat utama, yaitu takwa kepda Allah, taat kepadanya dan berbuat
baik kepda hamba-hambanya. Semua itu adlah urusa masing-masing orang yang tidak
ada sangkut pautnya dengan jenis dan warna kulit.
Ada yang perl mendapatkan perhatian,
yaitu bahwa tugas yang dibebankan Allah kepada umat islam, tidaklah terbatas
pada memimpin manusia kepada kebajikan seperti yang dibawakan islam, dan pada membela
aqidah islam dan penganutnya. Selanjutnya Allah menugaskan untuk membela kaum
yang lemah dari kesewenangan pihak yang berkuasa,menolak kedhaliman untuk semua
manusia dan mencegah kejahatan diatas bumi. Semua itu merupakan amanat yang
mestti dilaksanakan oleh umat islam.
B.
Dalil masyarakat sebagai Objek Pendidikan
QS. Al-Mu’minun ayat 96
ادْفَعْ بِا لَّتِى
هِىَ اَحْسَنُ السَّىِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِماَ يَصِفُونَ
“Artinya : Tolaklah dengan yang lebih baik keburukan itu. Kami
lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.”
1. Tafsir Al-Lubab
Untuk menghadapi para pendurhaka dan
pengangguran, antara lain yang Allah swt. tunda siksanya, yat 6 memeberi
tuntutan bahwa: “Hendaklah engkau melanjutkan dakwah dan menghadapi para
pendurhaka itu dengan tabah dan simpatik. Tolaklah keburukan mereka dengan
ucapan, perbuatan, cara, dan sikap yang terbaik.
Antara lain dengan berbuat baik
semampumu kepada mereka, atau kalau tidak, dengan emaafkan kesalahan mereka
yang berkaitan dengan pribadimu atau dengan tidak menaanggapi ejekan atau
cemoohan mereka.Kami lebih mengetahui dari siapapun apa yang mereka sifakan
terhadap diri dan agama yang kami syariatkan. Demikian juga penyiaftan mereka
yang buruk terhadap kamu.[3]
2. Tafsir Al Mishbah
Ayat yang lalu mengesankan
bahwa Allah akan akan menunda jatuhnya
siksa tehadap orang-oang dzalim itu, karena adanya hikmah dibalik itu.
Penundaan ini menimbulkan pertanyaan bahwa bagaimana menghadapi mereka yang
terus menerus berbuat kezaliman itu. Bisa juga dikatakan bahwaayat yang lalu
ketika menyatakan kuasa Allah menjatuhkan siksa, juga mengandun pean agar Nabi
Muhammad saw. Tidak perlu risau menghadapi mereka.
Dari sini Allah berfirman: hendaklah
engkau melanjutkan dakwah dan menghadapi para pendurhaka itu dengan tabah dan
simpatik. Tolaklah dengan cara, ucapan, perbuatan dan sikap yang lebih
baik keburukanmereka itu antara lain dengan berbuat baik semampumu kepada
mereka, atau kalau tidak maka memaafkan kesalahan mereka yang berkaitan dengan
pribadimu, atau dengan tidak menanggapi ejekan atau cemoohan mereka.
Kami lebih mengetahui dari siapapun apa yang mereka sifatkan terhadap diri kami,
agama yang kami syariatkan dan terhadap dirimu. Kalau kami berkehendak, niscaya
kami langsung menjatuhkan sanksi terhadap mereka, tetapi itu kami tidak
lakukan. Kendati demikian, penganiayaan mereka tidak akan kami biarkan,, karena
itu pula jangan bersedih dan jangan juga risau.[4]
3. Tafsir Al-Maraghi
Tolaklah kejahatan darimu dengan perbuatan yang lebih baik dengan
memaafkan kejahilan mereka, bersabar atas penganiayaan dan pendustaan mereka
terhadap ajaran yang kamu bawa kepada mereka dari sisi Tuhanmu. Sesungguhnya
kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka sifatkan, kedustaan yang mereka
ada-adakan terhadap kami, dan perkataan buruk yang mereka lontarkan tentang
dirimu, kemudin kami akan memberi balasan kepada mereka atas semua yang mereka
katakan itu. Oleh sebab itu hendaklah perkataan mereka itu tidak membuatmu
berseih hatidan bersabarlah dengan kesabaran yang baik.
Diriwayatkn bahwa Anas ra. Berkata
tentang ayat ini: seseorang berkata kepada saudaranya tentang sesuatu yang
tidak ada padanya, maka saudaranya itu berkata, “jika kamu berdusta maka aku
memohon agar Allah mengampunimu, tetapi jika kamu benar maka kau memohon agar
Allah mengampuniku.”
Setelah mendidik rasul-nya saw.
Untuk menolak kejahatan dengan cara yang lebih baik, selanjutnya Allah
membimbingnya kepada sesuatu yang menguatkan perbatan baik itu.
Katakanlah : Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku berlindung kepada-mu dari kedatangan setan-setan kepadaku
dengan bisikan mereka atau dengan mengutus musuh-musuhmu kepadaku untuk
menganiaya aku.
Demikianlah hendaknya kaum mu’minin
berdoa, karena setan tidak akan sampai kepada mereka kecuali dengan salah satu
diantara kedua jalan ini. Jika hamba kembali dan berserah diri kepada Tuhannya,
serta memohon agar dia melindunginya dari setan-setan, niscaya hatinya akan
selalu tanggap dan ingat kepada Tuhannya dalam segala perbuatan yang dia kerjakan atau tinggalkan,
kemudian hal itu akan mendorongnya untuk selalu taat dan meninggalkan maksiat.
Rasulullah saw. telah momohon
perlindungannya kepada Allah agar tidak kedtaangan setan-setan dalam perbuatan
yang dia kerjakan, terutama ketika mengerjakan salat, membaca Al-Qur’an dan
kedatangan ajal. [5]
C. Membangun Masyarakat Madani (civil society)
Masyarakat madani merupakan
konstruksi bahasa yang “islami” yang mengacu pada kata al din, yang
umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan dengan makna al tamaddun,
atau peradaban. Keduannya menyatu ke dalam pegertian al madinah yg
artinya kota. Dengan demikian, maka terjemahan masyarakat madani mengandung
tiga hal, yakni agama, peradaban dan perkotaan. Di sini agama merupakan sumber,
peradaban adalah prosesnya, dan masyarakat kota adalah hasilnya.[6]
Istilah civil society yang
diterjemahkan dengan masyarakat Madani, kata madani sepintas orang mendengar asosiasinya
dengan kota Madinah memang demikian karena kata madani terjalin erat secar
etimologi dan terminolgi dengan madinah yang menjadi ibu kota pertama
pemerintahan Muslim.
Istilh masyarakat madani sebagai
padanan kata dari civil society yang konsepnya merujuk pada bentuk masyarakat
yang di bangun oleh Nabi Muhammad saw. di madinah, yang relevan dengan tulisan
ini, yaitu suatu masyarakat yangberadab, memberlakukan nilai-nilai keadilan,
prinsip kesetaraan hukum, jaminan kesejahteraan bagi semua warga, serta
perlindungan terhadap kelompok minoritas.[7]
D. Aplikasi Kehidupan
Tidak seorangpun yng tidak diupayakan oleh setan untuk
dirayu dan diganggunya, karena itu semua manusia, termasuk Nabi Muhammad saw.
dianjurkan untuk berlindung kepada Allah swt. keterpeliharaan para Nabi dari
melakukan pelnggaran tidak mengurungkan niat setan untuk mengganggu, walaupun
dia selalu gagal, karena pemeliharaan Allah swt. dan kuatnya pertahanan mereka.
Begitu juga kepada manusia, setan selalu
berupaya mengganggu manusia untuk melakukan perbuatan yang tercela, bermaksiat,
berbohong dan lain sebagainnya agar setan merasa senang. Akan tetapi jika
keimanan seseorang kuat maka upaya apa saja yang dilakukan setan untuk merayu
manusia akan gagal, karena terpeliharanya keimanan seseorang tersebut.
E. Aspek Tarbawi
1. Perintah agar kita membalas
keburukan dengan kebaikan
2. kita harus senantiasa taat dan berserah diri kepada
Allah swt. karena Allah maha mengetahui
atas segala hal
3. senantiasa mendoakan untuk
kebaikan orang lain
4. dalam surat ini Allah memberkan petunjuk bagaimana
menghadapi orang-orang yang berlaku
menganiaya kita, yaitu dengan jalan kebaikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masyarakat merupakan kumpulan individu-individu yang bersepakat
untuk hidup bersama, entah atas dasar kepentingan-kepentingan bersama atau
faktor-faktor ideologi.
Masyarakat islam ialah suatu masyarakat yang universal, yakni tidak
rasial, tidak nasional dan tidak pula terbatas didalam lingkaran batas-batas
geografis. Terbuka untuk seluruh anak manusia, tanpa memandang jenis, warna
kulit atau bahasa bahkan juga tidak memandang agama dan keyakinan atau aqidah.
Ayat yang mengesankan bahwa
Allah akan akan menunda jatuhnya siksa tehadap orang-oang dzalim itu,
karena adanya hikmah dibalik itu. Penundaan ini menimbulkan pertanyaan bahwa
bagaimana menghadapi mereka yang terus menerus berbuat kezaliman itu. Bisa juga
dikatakan bahwaayat yang lalu ketika menyatakan kuasa Allah menjatuhkan siksa,
juga mengandung peran agar Nabi Muhammad saw. Tidak perlu risau menghadapi
mereka.
Tolaklah kejahatan darimu
dengan perbuatan yang lebih baik dengan memaafkan kejahilan mereka,
bersabar atas penganiayaan dan pendustaan mereka terhadap ajaran yang kamu bawa
kepada mereka dari sisi Tuhanmu. Sesungguhnya kami lebih mengetahui tentang apa
yang mereka sifatkan, kedustaan yang mereka ada-adakan terhadap kami, dan
perkataan buruk yang mereka lontarkan tentang dirimu, kemudin kami akan memberi
balasan kepada mereka atas semua yang mereka katakan itu. Oleh sebab itu
hendaklah perkataan mereka itu tidak membuatmu berseih hatidan bersabarlah dengan
kesabaran yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Jurdi Syarifudin , 2008 sosiologi
islam: kolaborasi pemikiran sosial ibu khaldun,Yogyakarta: TERAS
Mustofa Ahmad
Al-Maraghi , 1985 Tafsir Al-Maraghi,Semarang : PT Kaya Toha Putra Semarang
Nurdin
Murthi, 1983 masyarakat islam,Bandung: PT AL-Mahani
Quraish
M. Shihab, 2002 Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Ciputat
Jakarta: Lentera Hati
QuraisyM.
Shihab, 2012 Al-Lubab: makna dan pelajaran dari surat-surat Al-Qur’an, Ciputat
Tanggerang: Lentera Hati
Digilib.uin-suka.ac.id
BIODATA
Nama
: Yesi Oktaviani
Nim
: 21177212
TTL
: Pemalang, 17 Oktober 1999
Alamat
: Desa Wanarata RT 28 RW 07, Kec. Bantarbolang Kab. Pemalang
Alamat
sekarang : Panjang Baru, Sidomukti 20
Riwayat
Pendidikan : 1. TK Pertiwi
2. MIN
Bantarbolang
3. SMP
Negeri 2 Bantarbolang
4. SMK
Negeri 1 Randudongkal
5. IAIN
Pekalongan
Lampiran
1Syarifudin
Jurdi , sosiologi islam: kolaborasi pemikiran sosial ibu khaldun,
Yogyakarta: TERAS 2008
2 Murthi Nurdin, masyarakat islam,Bandung:
PT AL-Mahani 1983
3 Quraish Shihab, Al-Lubab: makna dan
pelajaran dari surat-surat Al-Qur’an, (Ciputat Tanggerang: Lentera Hati,
2012), hlm. 568
4Quraish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Ciputat Jakarta:
Lentera Hati, 2002), hlm. 246
5 Ahmad Mustofa Al-Maraghi , Tafsir Al-Maraghi
(Semarang : PT Kaya Toha Putra Semarang
1985), hlm.98-99
7 Digilib.uin-suka.ac.id
[1]Syarifudin
Jurdi , sosiologi islam: kolaborasi pemikiran sosial ibu khaldun,(Yogyakarta:
TERAS 2008), hlm.189
[2]
Murthi Nurdin, masyarakat islam, (Bandung: PT AL-Mahani 1983), hlm.70
[3]Quraish
Shihab, Al-Lubab: makna dan pelajaran dari surat-surat Al-Qur’an,
(Ciputat Tanggerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 568
[4]Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Ciputat
Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 246
[5] Ahmad Mustofa Al-Maraghi ,
Tafsir Al-Maraghi (Semarang : PT Kaya Toha Putra Semarang 1985), hlm.98-99
Tidak ada komentar:
Posting Komentar