MAKALAH
KEWAJIBAN
BELAJAR “GLOBAL”
QS. Al-
Ghasyiyah, 88: 17-20 (Belajar Ilmu Kealaman Umum)
Kode C.10
Disusun guna memenuhi tugas
Mata
kuliah :Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu
: Muhammad Hufron, MSI
Disusun oleh :
Robiatus Sa’adah (2117034)
Kelas B
FAKULTAS
TARBIYAH ILMU KEGURUAN
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat
Allah SWT. Atas izin-NYA
makalah yang berjudul “Kewajiban
Belajar “GLOBAL” QS. Al- Ghasyiyah,88: 17-20 (Belajar Ilmu Kealaman Umum) kodeC.10”
ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, sahabatnya, keluarganya dan umatnya hingga akhir zaman.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam memenuhi tugas dari mata kuliah Tafsir Tarbawi dan semoga segala yang tertuang dalam makalah ini dapat bermanfaat. Amin yarabbal alamin.
Kami juga menerima saran dan kritik dari pembaca guna penyempurnaan penulisan makalah mendatang.
Pekalongan,
12 September 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Belajar Ilmu kealaman sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, agar kita dapat memerhatikan keadaan alam yang ada disekitar kita.
Tujuan kita memerhatikan alam agar kita dapat mensyukuri atas nikmat Allah SWT
dan mengetahui tanda tanda kebesaran Allah SWT. Manusia adalah makhluk
berpikir, berpikirnya itu manusia berfilsafat, berilmu pengetahuan, dan
berteknologi. Sejak manusia tercipta, aktivitas itu berkembang dan meningkat
terus. Stuarts chase dalam bukunya The Proper Study of Mankind membagi ilmu
pengetahuan atas tiga kelompok besar, yaitu ilmu sosial, ilmu alam, dan
humaniora. Kata “sains” berasal dari bahasa inggris “science” dengan makna
“ilmu pengetahuan” tetapi yang dimaksud disini adalah makna yang identik dengan
istilah “kauniyyah” (tentang alam semesta).
1. Bagaimana klasifikasi
ilmu
pengetahuan?
2. Bagaimana dalil
belajar ilmu kealaman, sains dan humaniora?
3. Bagaimana Islam terdepan dalam pengembangan
ilmu?
Metode pemecahan masalah yang
dilakukan melalui studi literature atau metode kajian pustaka yaitu dengan menggunakan
beberapa referensi buku dan internet.
Makalah ini ditulis dalam
tiga bagian meliputi:
BAB I
BAB II
BAB III
|
:
:
:
|
Bagian
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, metode pemecahan
masalah dan sistematika penulisan makalah.
Pembahasan.
Penutup
yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
|
BAB II
1.
Pengertian Belajar
Pada dasarnya kata “belajar”
tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari kita.Belajar adalah membangun
penafsiran diri terhadap dunia nyata melalui pengalaman-pengalaman dan
interaksi dan selanjutnya belajar merupakan proses aktif untuk menumbuhkan
pengetahuan. Menurut J. Neweg mengganggap bahwa belajar adalah suatu proses
dimana perilaku seseorang mengalami perubahan sebagai akibat pengalaman unsur.
Belajar akan terjadi jika proses dialami sendiri oleh yang bersangkutan,
belajar itu pada dasarnya mengalami learning by experience, dimana suatu
aktivitas yang dialami seseorang melalui
interaksinya dengan lingkungan. Interaksi tersebut mungkin berawal dari faktor
yang berasal dari dalam maupun dari luar dirisendiri.[1]
2. Pengertian
Ilmu Pengetahuan
Ilmu merupakan pengetahuan yang sudah dikelompokan,
disistematisasi, dikelompokan dan diinterpretasikan sehingga menghasilkan suatu kebenaran objektif. Ilmu bukan sekedar
pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan
teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang tertentu.
Cukup banyak definisi
mengenai ilmu yang dikemukakan oleh para pakar, ada sebagian pakar yang
berpandangan bahwa upaya manusia untuk mendapatkan pengetahuan diawali dengan
upaya untuk memahami alam. Memang pada mulanya upaya ini sangat terbatas dan
dangkal. Bentuk awal pengetahuan manusia ini tidak banyak berbeda dengan
pengetahuan yang didapat banyak makhluk hidup lainya tentang lingkungan hidup
mereka.
Kelebihan manusia atas
makhluk hidup lainya senantiasa berupa penghargaan manusia terhadap pengetahuan
tidak berhenti pada tataran dasar dan manusia selalu berupaya meningkatkan
pemahaman serta pengetahuanya. [2]Pengalaman
historis yang ekstensif memperlihatkan bahwa umat manusia berambisi mendapatkan
pengetahuan demi pengetahuan yang senantiasa semakin tinggi tentang dunia dan
umat manusia tidak mau membatasi upayanya dalam hal ini.
3.
Pengertian Ilmu Humaniora
Humaniora adalah
ilmu-ilmu pengetahuan yang bertujuan membuat manusia lebih manusiawi (Lat.:
humanior), dalam pengertian membuat manusia lebih berbudaya. Sebagai contoh
dapat dikemukakan bagaimana mata ajaran sains pun dapat merupakan unsur ikut
menjadikan manusia menjadi humanior,lebih manusiawi. Menurut bahasa latin,
Humaniora biasa disebut artes liberales yaitu studi tentang kemanusiaan.
Pada hakikatnya humaniora merupakan ilmu-ilmu yang bersentuhan dengan
nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup studi agama, filsafat, seni,dan ilmu
bahasa. Tujuan pengajaran sains adalah membentuk kematangan umum menurut gatra
sains. Bukan pengetahuan, melainkan pengertian yang menimbulkan feeling
dan rasa selaras dengan dunia fisika.[3]
1.
Nash dan terjemahan Surat
Al-Ghasyiyah ayat 17-20
اَفَلَايَنْظُرُ ونَ اِلَى الْاِبْلِ كَيْفَ خُلِقَثْ
)17)
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan.
Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan
sehingga dapat mengambil banyak manfaat darinya ketika dibutuhkan. Unta mampu
berjalan dengan jarak yang jauh dan mampu membawa beban yang berat, yang dapat
dilakukan oleh manusia kecuali dengan pepayahan.
وَاِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ
(18) Dan langit bagaimana ia
tinggalkan.
Kemudian Langit, bagaimana ia
ditinggikan diatas bumi tanpa tiang?
وَاِلَى الْخِبَالُ كَيْفَ نُصِبَتْ
(19) Dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakan?.
Gunung-gunung pun bagaiamana ia
ditegakan dengan kokoh diatas bumi sehingga tidak bergeser ketika ada goncangan.
وَاِلَى الْاَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
(20) “Dan bumi bagaimana
dihamparkan”.
Kemudian Bumi, bagaimana ia
dihamparkan dengan luas dan dimudahkan bagi para hamba sehingga mereka dapat
hidup diatasnya.[4]
Ayat ini menjelaskan
perihal kedatangan hari kiamat dan Allah menegakan hujjah atas orang-orang yang
membangkang dan ingkar kepada hari kiamat. Dengan cara mengarahkan perhatian
mereka kepada bukti-bukti kekuasaan-Nya yang ada dihadapan mereka dan dapat diindra
dengan mata mereka, seperti langit yang menaungi mereka, bumi sebagai tempat
berpijak mereka serta binatang unta yang bermanfaat bagi mereka baik dikala
bepergian maupun berada di tempat. Atau memanfaatkanya dengan meminum susunya,
memakan dagingnya dan membuat pakaian dari kulitnya. Di samping itu
gunung-gunungnya pun bisa dimanfaatkan sebagai tanda yang bisa membimbing
mereka dikala bepergian mengarungi samudra sahara yang begitu luas.
Dari dalil tersebut, Allah
mengajak mereka yang meragukan kuasa-Nya untuk memperhatikan alam raya. Allah
berfirman: maka apakah mereka tidak memperhatikan bukti kuasa Allah yang
terbentang di alam raya ini, antara lain kepada unta yang menjadi
kendaraan dan bahan pangan mereka bagaimana ia diciptakan oleh Allah
dengan sangat mengagumkan? Dan apakah mereka tidak merenungkan tentang
langit yang demikian luas dan yang selalu mereka saksikan bagaimana ia
ditinggikan tanpa ada cagak yang menopangnya? Dan juga gunung-gunung
yang demikian tegar dan yang biasa mereka daki bagaimana ia ditegakkan? Dan
bumi tempat kediaman mereka dan yang tercipata bulat bagaimana ia
dihamparkan?.
2.
Tafsir Surat Al-Ghasyiyah Ayat 17-20
Tafsir
Al-Maraghi
17. Maka,tidakkah manusia merenungkan bagaimana
menakjubkannya unta diciptakan oleh Allah. tidaklah mereka memperhatikan bagaimana Allah
menyempurnakan bentuk unta tersebut dan memberinya bebrbagai berlebihan yang
tidak dimiliki oleh hewan-hewan lainnya?
18. Tidakkah kalian memperhatikan langit dan berfikir tentang
bagaimana atap yang besar ini bisa berdiri tegak tanpa penyangga sedikitpun dan
tanpa kekurangan apapun.
19. Tidakkah mereka memperhatikan bagaimana gunung-gunung itu
berdiri tegak dan menancap di permukaan bumi dengan indahnya,hingga terlihat
seakan-akan gunung itu seperti jari-jari telunjuk yang bertasbis dan bersaksi
kepada Allah akan ke esa annya.
20. Tidakkah mereka memperhatikan bagaimana bumi ini
diciptakan dan kemudian dihamparkan permukaanya untuk tempat berlangsungnya
hidup manusia dan makhluk-makhluknya.
“Dan apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan”. Tidaklah mereka memperhatikan
perihal kejadian binatang unta yang menakjubkan dan selalu ada dihadapan mereka
serta selalu mereka pergunakan pada setiap kesempatan? Jika mereka mau
memikirkan perihal penciptaan unta tersebut, niscaya mereka akan mendapatkan
bahwa di dalam penciptaan unta terdapat suatu keajaiban yang tiada tara dan
tidak terdapat dalam penciptaan binatang-binatang lain. Unta adalah binatang
yang bertubuh besar, berkekuatan prima serta memiliki ketahanan tinggi dalam
menanggung lapar dan dahaga dan semua sifat ini tidak terdapat pada hewan yang
lain. Unta sangat tahan dalam melakukan kerja berat, berjalan diterik matahari
sahara tanpa berhenti dan menempuh perjalanan sepanjang ribuan kilometer, sehingga
oleh karenanya binatang ini patut menyandang gelar istemewa sebagai perahu
sahara.
“Dan langit bagaimana ia tinggalkan”
mereka tidak memperhatikan kejadian
langit yang terangkat demikian tingginya tanpa memakai tiang penyangga.
“Dan apakah mereka tidak
memperhatikan kepada kejadian gunung-gunung, bagaimana gunung-gunung tersebut
dipancangkan sedemikian kokohnya sehinggatidak goyah ataupun guncang?, oleh
karenanya mereka bisa mendakinya untuk berekreasi kapan saja suka. Atau bagi
para musafir bisa menjadikanya sebagai patokan dalam mengarungi gurun sahara
yang luas. Dari gunung tersebut mengalir air yang mendatangkan manfaat bagi
kehidupan tanaman dan sekalian binatang.
“Dan bumi bagaimana dihamparkan”
Dan dengan dihamparkanya bumi
sedemikian rupa, ia sangat cocok untuk kebutuhan para penghuninya. Mereka bisa
memanfaatkan apa-apa yang ada di permukaan bumi dan apa-apa yang ada di dalam
perut bumi berupa aneka jenis tambang dan mineral yang memberi faedah bagi
kehidupan mereka.[5]
1.
Selalu bersyukur atas nikmat yang
diberikan oleh Allah SWT.
2.
Senantiasa untuk menjaga dan memperhatikan alam semesta dan
dapat mengetahui tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
3.
Agar manusia senantiasa untuk
memikirkan keluhuran dan keajaiban ciptaan Allah SWT.
4.
Agar manusia saling mengingatkan
untuk menjaga alam.[6]
BAB III
PENUTUP
Dari penafsiran dapat
diambil kesimpulan bahwa dalam Surat Al-ghasyiyah ayat 17-20 berisi bahwa Allah
mengajak orang yang ingkar dan ragu menggunakan akalnya terhadap kuasa Allah
dan mengajak untuk berfikir tentang kekuasaan Allah yang luar biasa yaitu bahwa
di dalam penciptaan unta terdapat suatu keajaiban yang tiada tara dan tidak terdapat dalam
penciptaan binatang lain, untuk merenungkan tentang penciptaan langit yang
diciptakan dan kemudian terangkat sedemikian tingginya tanpa memakai tiang
penyangga? Dan juga mememerhatikan kepada kejadian gunung-gunung yang
dipancangkan sedemikian kokohnya sehingga tidak goyah maupun guncang. Dan
kemudian dengan dihamparkanya bumi sedemikian rupa yang sangat dibutuhkan untuk kebutuhan
para penghuninya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Syaikh. 2008. Tafsir Imam Syafi’I. Jakarta Timur : Al-Mahira.
Husaini, Muhamad. 2003. Metafisika Al-quran. Bandung : Penerbit Arasy.
Maria, Josephus Ignatius Gerardus.
1998. Mengajar atau Mendidik. Yogyakarta : Penerbit Kansius.
Mustafa, Ahmad. 1985. Terjemah Tafsir
Al-Maraghi. Semarang : PT Karya Toha Putra.
Shihab,
M. Quraish. 2008. makna, tujuan, dan
penjelasan dari Juz Amma. Jakarta : Lentera Hati.
Suardi, Moh. 2013. Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta : CV Budi Utama.

NAMA : Robiatus Sa’adah
TTL : Pekalongan, 26 Juni 1999
ALAMAT : Jl. KH. Ahmad Dahlan, Tirto, Pekalongan
[1]Moh. Suardi, Belajar dan Pembelajaran,
(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2013), hlm 1
[2]Muhamad Husaini, Metafisika Al-quran,(Bandung:
Penerbit Arasy,2003),hlm 16
[3]Josephus Ignatius Gerardus Maria, Mengajar atau
Mendidik, (Yogyakarta: Penerbit Kansius, 1998), hlm 108
[4]
Syaikh Ahmad bin Mustafa Al- Faran, Tafsir Imam Syafi’I (Jakarta Timur:
Al-Mahira, 2008), hlm 658
[5] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1985), hlm. 243-245
[6] M. Quraish Shihab, Al Lubab, makna, tujuan, dan
penjelasan dari Juz Amma, (Jakarta : Lentera Hati, 2008) hlm. 147
terimakasih kak, saya akhirnya bisa ngenet
BalasHapus