Sabtu, 08 Desember 2018

TTB H3


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Hakekat Suri Tauladan
Kita sering terperangkap dalam pola prinsip yang keliru dalam memaknai hakikat uswatun hasanah yang ada pada diri rosulullah. Tidak sedikit diantara kita mengkerdilkan makna sifat uswah (keteladanan). Nabi hanya terbatas pada masalah-masalah akhlak, sunnah-sunnah dan ritual ibadah yang dikerjakan oleh nabi saja. Padahal syari’at juga menurut kita untuk meninggalkan atau tidaj mengerjakan segala sesuatu yang tidak dikerjakan oleh nabi dalam urusan ini.
Inilah makna yang lebih sempurna, mencakup sunnah fi’liyah dan juga sunnah tarkiyyah.
Sunnah fi’liyah adalah sunnah yang dikerjakan atau dicontohkan oleh nabi. Dalam hal ini kita pun dusunnahkan bahkan bisa wajib untuk dikerjakan persis seperti apa yang dikerjakan oleh beliau sebatas kemampuan kita.
Sunnah tarkiyyah kita dituntut untuk meninggalkan suatu bentuk ritual dikarenakan ritual tersebut ditinggalkan atau tidak dikerjakan oleh nabi di masanya, padahal sangat memungkinkan untuk dikerjakan di masa beliau. Contohnya adalah kumandang adzan adzan saat sholat Ied adzan sholat Istisqo (minta hujan) dan adzan untuk jenazah. Ini semua di tinggalkan atau tidak dikerjakan oleh nabi maka bagi kita umatnya meninggalkan ritual-ritual (adzan yang tidak pada tempatnya) tersebut juga termasuk sunnah yang sifatnya wajib yan disebut sebagai sunnah tarkiyyah.
Adapun contoh dari suri tauladan yaitu akhlaqul karimah : rasulullah SAW adalah uswatun khasanah yaitu teladan bagi setiap manusia yang hidup di dunia. Sebagai umatnya kita disunnahkan untuk mengambil dan mencontoh keteladanan beliau. Namun, dalam kebanyakan kajian sering mengartikan dan memaknainya secara sempit. Mereka menganjurkan kita untuk mengamalkan sunnah-sunnah rasulullah SAW, tanpa menekunkan bahwa rasululloh itu adalah suri tauladan apabila kita ingin mengambil atau melaksanakan keteladan beliau maka kita pun mestinya harus menjadi teladan bagi orang lain, sesuai dengan kemamuan dan kapisitas kita masing-masing.[1]
Adapun sifat-sifat rasulullah SAW menggambarkan akhlak mulia diwarnai oleh akhlak alquran dan sangatlah patutu dijadikan sebagai contoh yang baik bagi kita, diantaranya sifatnya adalah :
1.    Sidiq (Benar)
Para rasul allah dan Muhammad SAW mempunyai sifat sidiq yang membawa kebenaran. Orang yang membawa kebenaran tentunya ia bersifat sidiq sehingga apa yang
di sampaikan dapat diterima. Oleh karena itu dengan sifat ini ramai masyarakat jahiliyah menerima islam.
2.     Tabligh (Meyampaikan)
Seorang rasulullah diperintahkan untuk menyamoaikan semua wahyu di terima dari allah. Walaupun ia harus menghadapi halangan dan rintangan yang berat, rasulullah SAW harus menyampaikan seluruh ajaran Allah swt.     
3.     Amanah (Dapat dipercaya)
Amanah secara umum berarti bertanggung jawab terhadap apa yang dibawanya, menepati janji, melaksanakan perintah, menunaikan keadilan memberikan hokum yang sesuai dan dapat menjalankan sesuatu yang disepakatinya.seorang rasul harus dapat dipercaya untuk menyampaikan seluruh pesan yang diperintahkan oleh allah swt, tanpa ditambahi dan dikurangi sedikit pun. Hal ini dimaksudkan tidak lain agar umat manusia memahami dengan saksama wahyu yang diturunkan melalui rasulnya tersebut. Pada dasarnya modal utama hubungan antar personal adalah kepercayaan. 
4.     Fathanah (cerdas/cerdik)
Seorang rasul haruslah cerdik dan bijaksana karena dengan kedua hal tersebutlah ia dapat memimpin dan membimbing umat dengan baik. Fathanah juga bisa diartikan dengan bijaksana semua sikap dan perbuatannya.
Kecerdasan rasulullah dapat dilihat bagaimana rasul menyusun dakwah dan strategi-strategi berperang ketempat lainnya. Diantaranya rasul adalah mempunyai pandangan bahwa islam akan menaklukan mekkah dan menaklukan khaibar.[2]

B.     Tafsir Q.S Al-Ahzab, 33: 21

“Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada Rasulullah suri teladan baik bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat, serta yang berzikir kepada Allah dengan banyak.”

1. Tafsir Ibnu Katsir
Ayat yang mulia ini merupakan prinsip utama dalam meneladani Rasulullah saw. Baik dalam ucapan, perbuatan, maupun perilakunya. Ayat ini merupakan perintah Allah kepada manusia agar meneladani Rasulullah S.a.w. Dalam peristiwa Al-Ahzab, yaitu meneladani kesabaran, upaya, dan penantiannya atas jalan keluar yang di berikan oleh Allah. Semoga shalawat dan salam Allah senantiasa dilimpahkan kepadanya hingga hari kiamat. Karena itu, Allah berfiman kepada orang-orang yang hatinya kalut dan guncang dalam peristiwa al-Ahzab “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu “maksudnya, mengapa kamu tidak mengikuti dan meneladani perilaku Rasulullah Saw.? Karena itu Allah berfirman, “yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan hari Kiamat. Dan dia banyak mengingat Allah.
Kemudian Allah memberitahukan ihwan hamba-hamba-Nya yang beriman dan membenarkan janji-Nya, “dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu mereka berkata. “inilah yang di janjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Yakni ujian dan cobaan Allah ini akan membuahkan pertolongan yang dekat sebagaimana telah di janjikan-Nya. Karena itu Allah berfirman dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.”  [3]
2. Tafsir Al-Azhar
Ummu Salamah (moga-moga ridho Allah terhadapnya), Istri Rasulullah s.a.w yang telah banyak pengalamannya sebagai istri Rasulullah s.a.w yang turut menyaksikan beberapa peperangan yang dihadapi Rasulullah pernah mengatakan tentang hebatnya keadaan kaum muslimin ketika peperangan khandaq itu. Beliau berkata: "Aku telah menyaksikan di samping Rasulullah s.a.w beberapa peperangan yang hebat dan ngeri, peperangan di Almuraisiya, khaibar dan kami pun telah menyaksikan pertemuan dengan musuh di Hudaibiyah, dan saya pun turut ketika menaklukan Makkah dan peperangan di Hunain. Tidak ada pada semua peperangan yang saya turut menyaksikan itu yang lebih membuat lelah Rasulullah dan lebih membuat kami-kami jadi takut, melebihi peperangan Khandaq. Karena kaum Muslimin benar-benar terdesak dan terkepung pada waktu itu, sedang Bani Quraizhah (Yahudi) tidak lagi dipercaya karena sudah belot (berkhianat lalu memihak kepada musuh), sampai Madinah dikawal sejak siang sampai waktu subuh, sampai kami dengar takbir kaum Muslimin untuk melawan rasa takut mereka. Yang melepaskan kami dari bahaya ialah karena musuh-musuh itu telah diusir sendiri oleh Allah dari tempatnya mengepung itu dengan rasa sangat kesal dan sakit hati, karena maksud mereka tidak tercapai.” Demikian riwayat Ummu Salamah.
Namun di dalam saat-saat yang sangat mendebarkan hati itu, contoh teladan yang patut ditiru, tidak ada lain, melainkan Rasulullah sendiri.
Tepat sekali apa yang dikatakan oleh ayat 21 ini: “sesungguhnya adalah bagi kamu pada Rasulullah itu teladan yang baik.” (pangkal ayat 21). [4]
3. Tafsir Al-Maraghi
Sesungguhnya norma-norma yang tinggi dan teladan yang baik itu telah di hadapkan kalian, seandainya kalian menghendakinya. Yaitu hendaknya kalian mencontoh Rasulullah s.a.w di dalam amal perbuatannya. Dan hendaknya kalian berjalan sesuai dengan petunjuknya, seandainya kalian benar-benar menghendaki pahala dari Allah serta takut akan adzab-Nya di hari semua orang memikirkan dirinya sendiri dan pelindung serta penolong di tiadakan, kecuali hanya amal saleh yang telah dilakukan seseorang, (pada hari kiamat). Dan adalah kalian orang-orang yang selalu ingat kepada Allah dengan ingatan yang banyak, maka sesungguhnya ingat kepada Allah itu seharusnya membimbing kamu untuk taat kepadanya dan mencontoh perbuatan-perbuatan Rasulnya.[5]

C.    Pendidik Sebagai Contoh (Suri Teladan)

Pada dasarnya perubahan perilaku yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik harus dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang Pendidik. Atau dengan perkataan lain Pendidik mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta didik.
Untuk itulah Pendidik harus menjadi contoh (suri teladan) bagi peserta didik, karena pada dasarnya Pendidik adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang dapat digugu dan ditiru.
Seorang Pendidik sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat ditunjukkan oleh peserta didiknya. Untuk itu apabila seseorang ingin menjadi Pendidik yang profesional maka sudah seharusny ia dapat selalu meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan praktis melalui jalur pendidikan berjenjang ataupun upgrading dan/atau pelatihan yang bersifat in service training dengan rekan-rekan sejawatnya.
Perubahan dalam cara mengajar guru dapat dilatihkan melalui kemampuan peningkatan mengajar sehingga kebiasaan lama yang kurang efektif dapat segera terdeteksi dan perlahan-lahan dihilangkan. Untuk itu, maka perlu perubahan kebiasaan dalam cara mengajar guru yang diharapkan akan berpengaruh pada cara bel;ajar siswa, diantaranya sebagi berikut (Dr. H. Hamzah : 17) :
1.      Memperkecil kebiasaan cara mengajar guru baru (calon guru) yang cepat merasa puas dalam mengajar apabila banyak menyajikan informasi (ceramah) dan terlalu mendominasi kegiatan belajar peserta didik.
2.      Guru hendakny berperan sebagai pengarah, pembimbing, pemberi kemudahan dengan menyediakan berbagai fasilitas belajar, pemberi bantuan bagi peserta yang mendapat kesulitan belajar, dan pencipta kondisi yang merangsang dan menantang peserta untuk berpikir dan bekerja (melakukan).
3.      Mengubah dari berbagai metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih relevan dengan metode tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang baru merasa belajar dan puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi (diceramahi) guru, atau baru belajar kalau ada guru.
4.      Guru hendaknya mampu menyiapkan berbagai jenis sumber belajar sehingga peserta didik dapat belajar secara mandiri dan berkelompok,percaya diri, terbuka untuk saling memberi dan menerima pendapat orang lain, serta membina kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi.[6]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar