Kewajiban
Belajar “Global”
Qs. Al-Imran
ayat 190-191
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu : Muhammad
Hufron, MSI
Disusun oleh :
Alfina Hadiqoh (2117088)
Kelas B
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah swt. atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam tak lupa kami panjatkan kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad saw. beserta para keluarga, sahabat dan para umatnya yang insyaallah
setia sampai akhir zaman. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah
Tafsir Tarbawi.
Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha untuk dapat
memberikan serta mencapai hasil yang semaksimal mungkin dan sesuai dengan
harapan, walaupun di dalam pembuatannya kami menghadapi berbagai kesulitan
karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang kami miliki.
Oleh
sebab itu pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih khususnya
kepada Bapak Muhammad
Hufron, MSI. selaku dosen pembimbing mata kuliah Tafsir Tarbawi. Kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
kami butuhkan untuk dapat menyempurnakannya di masa yang akan datang. Semoga apa yang disajikan dalam
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan teman-teman maupun pihak
lain yang berkepentingan.
Pekalongan,
20 September 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
merupakan makhluk yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain, ini
semua dikarenakan manusia dibekali potensi yang luar biasa yaitu berupa akal,
akal juga yang membedakan manusia dari mahluk Allah yang lain, keintelektualan
dan bentuk jasad sempurna yang dianugrahkan Allah kepadanya. Sehingga manusia mampu berfikir dan memungkinkan pula baginya untuk mengamati, menganalisis apa-apa yang di
ciptakan Allah di alam bumi ini. Dalam diri manusia terdapat dua daya
sekaligus, yaitu daya fikir yang berpusat di kepala dan
daya rasa (qalbu) yang berpusat di dada. Sesuatu yang sangat agung dari
petunjuk al-Qur’an, berkenaan dengan visi pemikiran dan ilmu pengetahuan, adalah bahwa al-Qur’an memberi penghargaan terhadap ulul albab dan kaum cendikiawan, atau kaum
intlektual. Allah memuji
mereka dalam banyak ayat dalam surat-surat Makiyah dan Madaniyah. Term ulul albab atau Ulil albab terulang
dalam al-Qur’an sebanyak 16 kali. Sembilan diantaranya terdapat dalam al-Qur’an
Makiyah dan tujuh lainnya terdapat dalam al-Qur’an Madani.
Al-Qur’an
mengekspos keluhuran orang yang beriman dan berilmu
sebagai hamba-hamba Allah yang memiliki kedudukan tinggi. Bahkan, diberi gelar khusus
untuk mereka yang memiliki kedudukan ini, yang mampu mendayagunakan anugrah
Allah (potensi akal,kalbu, dan nafsu) pada sebuah panggilan, yaitu ulul albab.
Sejalan dengan kelebihan dan keistimewaan yang dimiliki oleh manusia yang
dirahmatkan sang khaliq tersebut, maka manusia harus bisa memposisikan diri
sebagai mahluk yang tidak hanya memikirkan atau peduli terhadap dirinya
sendiri, tetapi harus senantiasa peduli dan peka terhadap keberadaan
sekelilingnya, sehingga potensi fikir dan dzikir senantiasa menyelimuti
aktifitasnya sehari-hari sebagai bahwa manusia adalah tidak hanya sebagai
mahluk Allah yang paling sempurna tetapi juga sebagai keharusan untuk menuju
insan kamil yang di dalam al-Qur’an sering disebut dengan istilah ulul albab.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud Ulul albab?
2. Bagaimana
dalil karakter ulul albab dalam al-qur’an?
3. Bagaimana
ulul albab era milenial?
C.
Tujuan Makalah
1. Untuk
mengetahui
2. Untuk
mengetahui dalil karakter ulul albab dalam al-qur’an.
3. Untuk
mengetahui ulul albab era milenial.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ulul Albab
Ayat pertama yang menyebutkan kata ulul albab adalah firman Allah
di surat al-Baqarah: 179.
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَوَاةٌ يَأُوْ لِي الْأَلْبَبِ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
"Dan
dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa."
Kata Ulul albab atau Ulil Albab terulang dalam al qur’an sebanyak 16
kali. Sembilan diantaranya terdapat dalam al qur’an maki dan tujuh lainnya
terdapat dalam al qur’an madani. Di antara delapan yang Madaniyah, empat
diantaranya dengan redaksi memanggil.[1]
Redaksi pertama
yang ditunjukkan kepada ulul albab ini dimaksudkan untuk menjelaskan
kepada mereka nilai tuntunan dan petunjuk yang diturunkan kepada mereka. Hal ini terwujud dalam diri Rasul
saw Yang menjadi bentuk perwujudan keimanan yang hidup dalam sunnah dan sirahnya,
dan ia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
Istilah
ulul albab(اولو الآلبب) terdiri dari dua kata yaitu ulu (اولو) dan albab
(البب).1Yang
merupakan bentuk jamak yang bermakna zawu (ذاو) yaitu mereka yang mempunyai. Sedang yang kedua (ulul albab) merupakan
bentuk jamak dari lub yang artinya “inti sari” atau “saripati sesuatu”.
Ulul albab secara harfiyah bermakna “orang-orang yang memiliki akal yang murni,
yang tidak diselubungi kulit, atau ide-ide yang sering kali memunculkan
keracunan-keracunan dalam penalaran atau pendapat yang dicetuskan. Yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai
kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt.[2]
Dalam surat Al
Imran, Ulul Albab disebut sebanyak dua kali.
Pertama, dalam
pembicaraan tentang ayat-ayat tidak terjerumus dalam kecelakaan seperti yang
terjadi pada orang-orang yang terdapat penyakit dalam hatinya, mereka yang
mengikuti apa yang tersamar dari ayat Al Qur’an.
Kedua , pada
bagian akhir surat, ulul albab kembali disebut dalam kerangka
pembicaraan tentang ayat-ayat Allah pada alam semesta yang kasat mata ini. Di
dalamnya terdapat banyak objek untuk dijadikan kajian berpikir dan merenung,
kemudian dijelaskan pula bahwa alam semesta ini tidak diciptakan sia-sia, namun
diciptakan karena suatu hikmah yang dapat ditangkap oleh kaum ulul albab.[3]
B.
Dalil Karakter Ulul Albab dalam
Al-Qur’an
1. Tafsir Ibn Katsir
Q.S Al-Imran, 3 : 190-191
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمَـوَاتِ
وَآلْأَرْضِ وَاخْتِلَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِلَأَيَتٍ لِّأُوْلِي الْأَلْبَبِ
(190)
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَمًا
وَقُعُوْدًا عَلَي جُنُوبَهُمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاةِ وَالْأَرْضِ
رَبَّنَامَا خَلَقْتَ هَذَا بَطِلاً سُبْحَنَكَ فَقِنَا عَذَا بَالنَّارِ (191)
Artinya :
(190) “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah swt) bagi orang-orang yang berakal.
(191)
“ (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka”.
Allah swt berfirman,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,” yakni pada ketinggian
dan keluasan langit, pada kerendahan dan
ketebalan bumi, serta tanda-tanda kekuasaan yang besar yang terdapat pada keduanya, baik tanda-tanda yang bergerak
maupun yang diam, lautan, hutan, pepohonan, barang tambang, serta berbagai
jenis makanan, warna dan bau-bauan yang bermanfaat.”Serta pergantian siang dan
malam” yang pergi dan datang serta susul-menyusul dalam hal panjang, pendek dan
sedangnya. Semua itu merupakan penetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Kemudian Allah menyifati
Ulul Albab. Dia berfirman, “shabibain ditegaskan dari Imran bin Hishin bahwa
Rsulullah Saw bersabda (618), “
Dirikanlah shalat sambil berdiri. Jika kamu tidak mampu, maka sambil duduk. Jika kamu
tidak mampu, maka sambil berbaring. “ Artinya,
mereka tidak henti-hentinya berdzikirdalam segala kondisi, baik dengan hati
maupun lisannya. “Dan mereka mereka merenungkan penciptaan langit dan bumi”.
Yakni, mereka memahami ketetapan-ketetapan yang menunjukkan kepada kebesaran Al-Khaliq,
pengetahuan, hikmah, pilihan, dan rahmat-Nya.
Sufyan bin Uyainah berkata, Renungan
mereka merupakan cahaya yang masuk kedalam hatimu. Renungan itu kiranyadapat
dijelaskan dengan bait puisi
ini.
“Jika seseorang memiliki renungan,Ia memiliki pelajaran dalam segala perkara.[4]
2. Tafsir
Al Azhar
“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah swt) bagi
orang-orang yang berakal. (ayat 190)
Berkata Imam ar-Razi dalam tafsirnya :
“Ketauhilah olehmu, bahwa yang dimaksud dalam kitab yang mulia ini ialah yang
menjemput hati dan ruh sesudah bising membicarakan soal-soal makhluk yang
dijadikan, supaya mulai tenggelam memperhatikan ma’rifat terhadap Al-Haq
(Tuhan). Karena sejak tadi sudah banyak pembicaraan tentang hukum-hukum dan
memnjawab beberapa keraguan yang dibawakan oleh orang yang tidak mau percaya,
sekarang kembali membicarakan penerang hati, dengan menyebutkan soal-soal tauhid,
keteguhan, kebesaran dan kemuliaan Allah. Maka mulialah yang disebutkan ayat ini “demikian ar-Razi.
Langit dan bumi dijadikan oleh Khalik, dengan tersusun terjangkau,
dengan sangat tertib. Bukan hanya semata dijadikan, tetapi setiap saat tampak
hidup semua, bergerak menurut aturan. Silih bergantinya perjalanan siang dengan
malam, yang betapa besar pengaruhnya atas hidup segala yang bernyawa.
Kadang-kadang musim dingin, musim panas, musim gugur dan musim semi. Semua ini
menjadi ayat-ayat, menjadi tanda-tanda bagi orang yang berpikir, bahwa tidaklah
semuanya ini terjadi sendirinya.
Mengapa kita berkesimpulan seperti itu, karena kita manusia, kita
berpikir. Ulul albab mempunyai intisari, mempunyai pikiran. Mempunyai biji akal
yang bisa ditanam akan tumbuh.
Orang yang berpikiran itu : “ (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring(pangkal ayat 191).
Dan disebutkan pula, bahwasannya zikir itu hendaklah bertali
(hubungan) diantara sebutan dan ingatan. Kita sebut nama Allah dengan mulut
karena dia telah terlebih dahulu teringat dalam hati. Maka teringatlah dia
sewaktu berdiri, duduk termenung atau tidur terbaring. Sesudah penglihatan atas
kejadian langit dan bumi, atau
pergantian siang dan malam, langsungkan ingatan kepada yang menciptakan. Ingat
atau dzikir kepada allah itu, sekali lagi bertali dengan memikirkan.
Maka datanglah sambungan ayat : “Dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi”.
Disinilah bertemu dua hal yang tak terpisahkan yaitu dzikir dan
fi’. Dipikirkan semua yang terjadi itu, bahwa dipikirkan timbulah ingatan
sebagai kesimpulan berpikir. Oleh karena itu kita memikirkan hal nyata , dan teringatlah
kepada yang lebih nyata. Semata yang dipikirkan hanyalah alam, yang bertemu
dengan ilmu pengetahuan. Bahwa ilmu pengetahuan yang membawa iman adalah
pengetahuan yang tandus. Dan akan menimbulkan ingatan, terutama ingatan atas
kelemahan diri sendiri dihadapan kebesaran Maha Penciptanya. Sebab itu
datanglah kejutan doa tersebab dzikir dan pikir.
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Ucapan diatas adalah perasaan sesudah dzikir
dan pikir, yaitu dengan tawakal dan ridha, menyerah diri dan mengakui kelemahan
diri sendiri. Sebab bertambah tinggi
ilmu, bertambah ingatlah kepada Allah.
Dan juga kita memohon ampun kepada Allah dan memohon agar
dihindarkan dari siksa neraka. Kemudian kita kembalikan kepada hubungan dzikir
dan pikir tadi.[5]
3. Tafsir Al-Lubab
a. Ayat 190
Berbicara tentang penciptaan benda-benda angkasa, seperti matahari,
bulan, dan gugusan bintang-bintang. Atau berbicara tentang pengaturan sistem
kerja benda-benda langit itu, demikian juga kejadian dan perputaran
bumi, yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang atau perbedaannya dalam
panjang dan pendeknya masa masing-masing. Semua fenomena itu, menurut ayat
tersebut, merupakan tanda-tanda tentang wujud dan kemahakuasaan Allah swt. Bagi
Ulul Albab, yakni orang-orang yang menyukai akal dan jiwa yang tidak
diselubungi oleh keracunan.
b.
Ayat
191
Menjelaskan sifat-sifat Ulul Albab itu yakni
mereka baik lelaki maupun perempuan yang mengingat Allah swt dalam seluruh
situasi dan kondisinya : berdiri, duduk, atau dalam keadaan beraring. Mereka memikirkan tentang penciptaan dan sistem kerja langit dan
bumi, dan setelah itu berkesimpulan bahwa : Tuhan tidak menciptakan alam raya
dan segala isinya dengan sia-sia atau tanpa tujuan yang hak. Mereka juga
menciptakan Allah swt. Dari segala kekurangan dan keburukan yang mereka dengar
atau terlintas sesekali dalam benak mereka. Di samping itu, mereka selalu
bermohon kiranya dilindungi dari azab neraka.[6]
C.
Ulul Albab Era Milineal
Menurut Suprayogou kuran keberhasilan dari
pendidikan ulil albab dianggap tercapai ketika pribadi yang terbentuk dalam
proses pendidikan memiliki kualitas sebagai berikut :1). Mempunyaai ilmu
pengetahuan yang luas 2). Mempunyai penglihatan yang tajam, 3). Bercorak cerdas,
4) . Berhati lembut 5). Besemangat juang tinggi karena Allah sebagai pengejahwantahan
amal shaleh. Selanjutnya di katakan bahwa pribadi ulil albab meyakini adanya
kehidupan jasmani dan rohani,dunia dan akhirat. Ke dua dimensi kehidupan
tersebut harus memperoleh perhatian yang seimbang dan tidak di benarkan hanya
memprioritaskan salah satunya. Keberuntungan dunia harus berdampak positif pada
kehidupan akhirat,demikian pula sebalinya. Hal ini di dasari ajaran rasulullah
yang mengharuskan umat islam untuk mencari kehidupan dunia seolah-olah akan
hidup selamanya,dan mencari kehidupan akhirat seolah-olah kematian sudah di
depan mata. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pendidikan harus mampu
mengembangkan dzikir,fikir,dan amal sholeh.
Sedangkan problematika yang di hadapi oleh generasi
milenial berdasarkan kajian yang sudah di lakukan antara lain: Adiksi
Gedget,tidak fokus belajar,emosi mudah terganggu,pornografi,pergaulan bebas..[7]
Pola bingkai internalisasi kepribadian ulul albab
terdiri atas sikap atau perilaku yang mencerminkan kedalaman spiritual,
keagungan akhlak, keluasan ilmu dan
kematangan profesional. Artinya,internalisasi kepribadian hanya dapat di
lakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan diri dari nilai
agama ,lingkungan sosial, budaya masyrakat.
Generasi milineal berbeda dengan
generasi seelumnya. Generasi milineal tidak bisa lepas dari teknologi. Salah
satu ciri mereka di batasi oleh media sosial. Generasi milineal memiliki
kemudahan mengakses segala informasi tanpa batas, inilah yang menjadi pemicu
berbagai problem generasi milineal.
Internalisasi nilai melalui proses
pendidikan dan pembelajaran ,bukan berarti mendobrak dan menjauhkan generasi
milineal dari katrakteristik zaman yang di milikinya. Mereka tidak di jauhkan
dari dunianya yang sadar akan teknologi sebagai kebutuhan berinteraksi dan
menggali berbagai informasi. Internalisasi nilai di mungkinkan agar generasi
milinial memiliki fondasi keagamaan ynag kokoh,sehingga dapat memberikan nuansa
arah positif dan penggunaa kemudahan akses teknologi informasi dan komunikasi
sebagai kebutuhan, yaitu melalui internalisasi dzikir,fikr,amal sholeh pada
tabel berikut
Dzikir
|
·
Sholat berjamaah : wajib dan sunah
·
Khatmul Quran
·
Puasa wajib/sunah
·
Memperbanyak kalimat
thoyibah,tasbih,takbir,tahmid,dan sholawat.
|
Fikr
|
·
Penajaman nalar dan pikir tentang perilaku
makrokosmos dan mikrokosmos ; interaksi sosial.
|
Amal sholeh
|
Memberi manfaat kepada dirinya dan kepada banyak hal
|
Inti dari internalisasi nilai ulil
albab,dzikir,fikr,amal sholeh ialah sebagai pembinaan secara rohani atau
kepribadian yang sesuai dengan praktik hidup islami. Melalui
bimbingan,pengajaran,yang emiliki kualitas sebagai muslim yang ulul albab.
Secara outcomes learning memiliki pandangan hidup ,sikap
hidup,keterampilan hidup bersepektif islami. Yaitu memiliki kedalaman
spiritual, keagungan akhlak ,keluasan ilmu dan kematangaan profesional sebagai
berikut:
1. Kedalaman
spiritual ,menghadirkan Allah dan merasa selalu di awasi oleh
Allah dalam setiap aktifitasnya,menjauhkan diri dari berbagai hal yang
merugikan dan di larang oleh agama seperti pornografi dan pergaulan bebas.
2. Keagungan
akhlak, Mampu membedakan hal yang baik dan buruk,berusaha
meningkatkan kualitas hidup dengan berinteraksi secara sosial yang baik.
3. Keluasan
Ilmu, Bersungguh-sungguh dan fokus dalam belajar serta
mengeksplore bebagai ilmu pengetahuan yang banyak demi kemaslahatan umat.
4. Kematangan
profesional, Kesadaran menyampaikan ilmu yang di peroleh serta
memiliki tanggung jawab untuk memecahkan berbagai problematika di masyarakat. [8]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kata al-albab adalah bentuk jamak
dari lubb yaitu saripati sesuatu. Ulul albab secara harfiyah bermakna
“orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi kulit, atau
ide-ide yang sering kali memunculkan keracunan-keracunan dalam penalaran atau
pendapat yang dicetuskan. Yang
merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang
sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt.
Sebagai umat Islam, kita harus selalu berfikir positif
dengan Allah SWT terhadap apa saja yang telah Dia beri untuk kita, karena semua
yang diberikan untuk kita adalah yang terbaik baginya. Luangkanlah sedikit
waktu untuk selalu mengingat Allah dan merenungi ciptaannya yang begitu indah
sehingga kita selalu bersyukur dengan nikmat yang telah diberikan kepada kita.
Pada generasi milenial ini tidak lepas dari alat
teknologi atau alat komunikasi. Generasi milineal memiliki
kemudahan mengakses segala informasi tanpa batas,seperti Adiksi Gedget, tidak
fokus belajar, emosi mudah terganggu, pornografi, pergaulan bebas. Inilah yang
menjadi pemicu berbagai problem generasi milineal
Jadi perlu adanya kepribadian ulul albab diera milenial agar umat manusia
mempunyai sikap atau perilaku yang mencerminkan kedalaman
spiritual, keagungan akhlak, keluasan ilmu
dan kematangan profesional. Melalui interalisasi berdzikir, dam amal sholeh.
DAFTAR PUSTAKA
Qardhawi, M. Yusuf. 1998. Al-Quran
Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar.
Jakarta: Pustaka Panjimas
Mujib Abdul. 2006. Kepribadian dalam Psikologi Islam. Jakarta: Rajawali Press
Shihab
M. Quraish. 2012. Al-Lubab. Tangerang: PT
Lentera Hati
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib.2006. Taisiru al-Aliyyul
Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1. Depok: GEMA INSANI
Mandiriabadi,
Ikrar. 2010. Al-Quran dan Tafsir. Jakarta:
Lentera Abadi
BIODATA
Nama : Alfina Hadiqoh
Tempat Tanggal Lahir : 8 November 2000
Alamat : Desa
Purwosari Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang
Riwayat Pendidikan :
a.
SD Negeri
03 Purwosari
b. SMP
Negeri 4 Comal
c.
SMA Negeri
1 Sragi
[1] M. Yusuf Qardhawi, Al-quran Berbicara
tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani), hlm. 30
[4] Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Taisiru
al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, (Depok: GEMA
INSANI, 2006), hlm. 633-634
[8] Misbahul Munir, “Membingkai Kepribadian Ulul
Albab Generasi Milenial” Ta’limuna .
Vol. 7, No. 1, Malang 2018, hlm. 53-57
Tidak ada komentar:
Posting Komentar